Senin, 05 Januari 2015

,

Tuntunan Berkurban


Allah –subhanahu wata’ala- telah menetapkan kepada umat muslim dua hari raya dalam setahun, Idul Fitri dan Idul Adha. Dan di setiap kedua hari raya tersebut tuntunan yang telah ditetapkan untuk diamalkan. Sesaat lagi, kita akan menyambut Idul Adha yang juga dikenal dengan “Idul  Qurban” karena Allah menetapkan syariat penyembelihan qurban seusai pelaksanaan sholat Idul Adha.


Alangkah baiknya, bila kita menyegarkan ingatan kembali tentang berbagai hal yang menjadi tuntunan Islam dalam berkurban.

SEJARAH MULIA
Untuk pertama kalinya qurban disyariatkan pada masa Nabi Ibrahim khalilullah (sang kekasih Allah) -‘alaihi salam-. Saat itu, Allah menurunkan wahyu kepada nabi Ibrahim melalui mimpi yang berulang hingga tiga kali. Yaitu, mimpi untuk menyembelih putranya sendiri Ismail –‘alaihi salam- yang kemudian Allah ganti dengan seekor domba besar. Kisah mulia sarat hikmah ini Allah abadikan dalam Al-Qur`an sebagai pelajaran indah lagi berharga bagi manusia.  Allah berfirman, “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” (QS. Ash-Shaaffaat: 107)

Selanjutnya, melalui Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- Allah juga menetapkan syariat qurban bagi ummat nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam-. Maka, qurban merupakan syariat yang sudah ada jauh semenjak masa para nabi terdahulu.

Maka, sudah sepantasnya bagi kita sebagai ummat Nabi Muhammad yang hidup diakhir zaman ini untuk selalu menghidupkan tuntunan sunnah-sunnah yang diteladankan beliau.

DEFENISI
Dalam istilah disiplin ilmu fiqih, qurban dikenal dengan sebutan “Udh-hiyah” yang berarti “hewan yang disembelih”, adapun menurut istilah syariat, “Udh-hiyah” adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Idul Adha dan 3 hari Tasyriq berikutnya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut. (Lihat “Al-Wajiz” hal: 405 dan “Shahih Fiqih Sunnah” : II/366)

DALIL DISYARIATKAN BERQURBAN
Setelah memahami secara istilah, mari kita menelaah dalil disyariatkannya kurban. Allah berfirman dalam surat QS. Al-Hajj: ayat 34, “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)”
Allah juga berfirman, “Maka, dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)

KEUTAMAAN BERQURBAN
Tentang keutamaannya, tidak ada hadits dengan riwayat yang shahih tentang keutamaan berkurban, namun sangat nampak kesungguhan Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam menuntunkan ibadah ini melalui semua ragam bimbingan beliau –shallallahu ‘alaihi wasallam-, baik melalui ucapan, amalan maupun penetapan.

Imam Ibnu Qudamah berkata, “Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- telah melakukan qurban, demikian pula para khalifah sesudah beliau. Seandainya sedekah biasa lebih afdhal, tentu mereka telah melakukannya”. Dan beliau juga berkata, “Mengutamakan sedekah atas udh-hiyah akan mengakibatkan ditinggalkannya sunnah rasullullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-. (Lihat: Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy jilid 13 hal. 362)

WAKTU PELAKSANAANNYA
Kurban dapat dilaksanakan selama 4 hari; tanggal 10 Dzul Hijjah seusai shalat Idul Adha dan di sepanjang 3 hari tasyriq tanggal 11, 12, 13 Dzul Hijjah. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Semua hari tasyriq adalah waktu untuk menyembelih (hewan kurban)” (HR. Ahmad)

HIKMAH DAN TUJUAN QURBAN
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam “Minhajul Muslim” hal. 294-295 menyebutkan beberapa hikmah berkurban, di antaranya:

Mendekatkan diri kepada Allah
Allah Berfirman, “Maka laksanakanlah sholat karena tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah” (QS. Al-Kautsar: 2)
Dalam ayat lain, “Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (*) Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS. Al-An’am: 162-163)

Menghidupkan sunnah Ibarahim Al-Khalil, ketika Allah memerintahkannya untuk menyembelih anaknya, namun Allah menggantikannya dengan seekor domba besar.  Allah berfirman, “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” (QS. Ash-Shofat: 107)
Memperbanyak pemberian untuk keluarga pada hari Idul Adha dan sebagai ungkapan kasih sayang kepada fakir miskin.

Bersyukur kepada Allah yang telah meciptakan hewan binatang ternak untuk kita.
Allah berfirman, “Dan telah Kami jadikan bagimu unta-unta itu sebahagian daripada syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur (*) Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan daripada kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik” (Al-Hajj: 36-37)

BEBERAPA TUNTUNAN DALAM PELAKSANAAN QURBAN
Dalam kitab “Mulakhkhash Al-Fiqih” karya Syaikh Shaleh Fauzan dan kitab “Minhaj Al-Muslim”, karya Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dijelaskan hal-hal yang  harus diperhatikan oleh seorang muslim pada saat menyembelih hewan kurban:
Membaca doa ketika menyembelih
بِسْمِ اللهِ اَللهُ أَكْبَر, اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَإِلَيْكَ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّيْ
“Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, ini darimu dan akan kembali kepadamu. Ya Allah, terimalah (amalan ini) dariku” (HR. Muslim no. 330)

Menajamkan pisau
Islam mengajarkan kita untuk senantiasa berbuat baik dalam segala hal. Sampaipun pada saat menyembelih. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-  bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala menetapkan kewajiban (ihsan) berbuat baik pada segala sesuatu. Apabila kalian membunuh, lakukanlah dengan cara yang baik. Dan apabila kalian menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah seseorang dari kalian mengasah mata pisaunya dan membuat nyaman hewan sembelihannya.” (HR. Muslim no. 1955). 

Orang yang menyembelih tidak diberikan upah jasa dari hewan qurban
Demikianlah tuntunan Rasulullah –shallallahu alaihi wasallam- terhadap orang yang menyembelih. Ia tidak diberikan jasa atas penyembelihan. Dikisahkan oleh sahabat mulia Ali bin Abi Thalib –radhiyallahu `anhu- ia berkata, "Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- memerintahkanku untuk mengurus unta, dan membagikan semua daging kurban dan kulitnya untuk orang-orang miskin. Dan aku tidak boleh memberikan bagian apa pun dari hasil kurban kepada tukang jagal (sebagai upah)." (HR. Bukhari no. 1707 dan Muslim no. 1317).

Imam Ibnu Hajar Al-`Asqalani dalam Fathul Baari jilid 3 hal. 705 menyatakan, “Maksudnya adalah, tidak memberikan sedikitpun kepada tukang jagal upah atau imbalan jasa penyembelihan”. Selanjutnya Ibnu Hajar menukil perkataan Imam An-Nasa’i dalam riwayat Syu’aib bin ishaq dari Ibnu Juraij beliau berkata, “Yang dimaksud adalah larangan memberikan sesuatu dari hewan kurban kepada tukang jagal sebagai upah dari pekerjaannya.”

Kesimpulannya, tidak dibenarkan memberikan upah dari jasa penyembelihan kepada tukang jagal. Kecuali, jatah kurban itu sendiri, namun bukan sebagai upah jasa penyembelihan.
Menyembelih dengan tangan sendiri jika memungkinkan, jika tidak memungkinkan maka boleh diwakili.
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- menyembelih 7 hewan kurban dengan tangannya sendiri ” (HR Bukhari no. 1712)

Hewan sembelihan bebas dari cacat
Tidak diperbolehkan menyembelih hewan kurban yang cacat. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “5 kriteria yang tidak dibolehkan ada pada hewan kurban; buta yang jelas kebutaannya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya, dan hewan yang tidak bersumsum yaitu yang kurus kering” (HR. Abu Dawud: 280)

Menghadapkan wajah hewan kurban ke arah kiblat
Diriwayatkan oleh Nafi' bahwa ketika Ibnu Umar tiba di Mina pada pagi hari tanggal 10 Dzulhijjah, beliau menyembelih hewan tersebut sebelum beliau memotong atau menggundul rambut kepala. Beliau sendiri yang menyembelihnya. Beliau jajarkan hewan-hewan sembelihan tersebut dalam posisi berdiri dan beliau hadapkan ke arah kiblat, kemudian beliau memakan sebagian dagingnya dan beliau berikan kepada yang lain” (HR Malik dalam “Muwatha`” no. 1405).

Pembagian daging kurban
Dalam pembagian hewan kurban boleh 1/3 untuk pribadi penyembelih beserta keluarga, 1/3 disedekahkan dan 1/3 dihadiahkan untuk rekan-rekannya. Rasulullah bersabda, “Makanlah dari daging sembelihanmu dan simpanlah serta sedekahkanlah” (HR. Bukhari no. 5569, Muslim no. 1971)
Namun, boleh disedekahkan semuanya dan boleh juga bila tidak dihadiahkan sama sekali.

Mari kita bangkitkan semangat diri dalam menjalankan keteladanan sunnah-sunnah nabi sejak sekarang. Islam telah sempurna dan segala kebaikan telah dijelaskan. Semoga Allah Ta`ala memudahkan langkah kita dalam meniti jalan menuju rdha-Nya. Dan semoga Allah Ta`ala menerima semua amal ibadah kita, Amin. Wallahu A'lam

------------------------------------
Oleh: Hamdani Aboe Syuja'
Sumber: Buletin Nidaa-ul Irsyad, edisi 4, tahun 1434-H

0 komentar: