Rabu, 23 Oktober 2013

PRODUSER FILM (Weeks In Gramm) Masuk Islam


Weeks In Gramm mengatakan, “Kenapa aku masuk islam? Kenapa pula aku menjadikan Islam sebagai agamaku? Hal itu karena aku yakin bahwa Islam adalah agama yang memberikan kedamaian dan ketenangan dalam jiwa, menginspirasikan kepada manusia akan kesabaran dan ketentraman hati serta kenyamanan dalam hidup. Ruh islam telah masuk dalam jiwaku, sehingga aku merasakan nikmat iman terhadap Allah dan tidak mempedulikan efek-efek materialisme berupa kelezatan dan rasa sakit.

Aku memberikan pernyataan ini bukan sekedar karena perasaan sesaat yang melintas dalam pikiranku. Bahkan sebaliknya, aku telah mempelajari agama Islam selama dua tahun dan aku tidak menjadikannya sebagai agama kecuali setelah melewati pengamatan hati yang begitu mendalam dan psiko analisa yang panjang. Aku tidak mengganti agamaku selain agar bisa mendapatkan ketenangan dari hiruk-pikuk kehidupan yang gila dan agar merasakan nikmat kenyamanan dalam naungan kedamaian dan perenungan. Jauh dari derita kesedihan dan nestapa yang disebabkan ketamakan dalam mencari keuntungan dan kerakusan terhadap materi yang telah menjadi ‘tuhan’ serta cita-cita manusia. Tatkala telah masuk islam, aku mampu melepaskan diri dari cengkeraman rayuan, tipuan kehidupan yang batil, minum-minuman, narkotika dan gila musik jazz band. Ya, ketika masuk Islam berarti aku telah menyelamatkan pikiran, akal sehat dan kehidupanku dari kehancuran dan kebinasaan.

Saat itu, ada seorang lelaki Arab yang tinggi dan berwibawa berdiri diatas menara dan mengumandangkan sholat untuk diambil gambarnya dalam kaset filmku. Manakala ia dalam keadaan seperti itu dan kru kamera tengah mengambil gambar pemandangan tersebut, sementara aku berdiri disini memperhatikan semuanya, tinggi rendah suaranya menembus relung hatiku.

Tatkal kami selesai dari proses pengambilan gambar, aku memangkil lelaki Arab itu ke kantorku. Aku mulai menanyainya secara detail tentang agama islam. Setelah itu aku memeluk Islam dan mengerjakan sholat bersamanya. Perlahan-lahan aku meraskan kepuasan jiwa menyelimutiku. Aku mulai merasakan kebahagiaan dan membenci segala ambisi yang telah mengekang jiwaku.

Setelah kejadian tersebut, tibalah hari yang aku yakini bahwa aku tidak akan hanya

menyelaraskan antara profesi film ku dan agama islamku. Harus ada salah satu yang hilang. Ada pergolakan jiwa yang hebat, “Haruskkah aku mengorbankan profesi dan masa depan demi agamaku atau aku korbankan agamaku demi masa depanku?” Demikianlah, aku terus begadang malam demi malam, berbaring diatas ranjang sedang kedua mataku enggan terpejam sampai pagi memikirkan jalan keluar permasalahan ini. Hingga datanglah jawaban dari Allah kepadaku.

Aku harus meninggalkan profesi film ku dan menjauhi segala tipu daya dan rayuan Holywood. Sungguh hal itu benar-benar pedih bagi diriku, namun pada akhirnya aku mengambil keputusan masalah ini saat sedang melakukan shooting film di Yins.

Pada suatu malam, aku berdiri sholat, aku terus sholat lama sekali, maka kukuatanku bertambah dan tekadku telah bulat. Dihari berikutnya, aku palingkan diriku daripekerjaanku lalu aku serahkan raga, jiwa dan kehidupanku untuk (agama) Muhammad.

Hari ini, aku adalah putra Islam. Aku bahagia melebihi hari-hari kehidupanku. Mungkin aku akan pergi ke Afrika. Dan bila jadi pergi, aku akan melepaskan kewarganegaraanku sekaligus busana baratku. Dan, sebagai mukmin yang menganut agama timur (Islam). Bila sekali pergi, aku tidak akan kembali. Kehidupanku telah aku baktikan untuk Alla, sedang pekerjaanku telah mati dan aku lupakan.

-----------------------------------------------------
Disalin ulang dari kitab: Akhirnya mereka lari dari neraka. Karya: Kholid Abu sholeh. Hal. 10.

Sumber asli: Afag jadidah li addakwatil islamiyah fil ‘alami i-ghorb. Karya: Anwar Al-Jundi. hal. 347-349.

0 komentar: