Jumat, 26 April 2013

Aku Ingin Menjadi….




Aku orang yang serba kurang. Orang bilang, aku adalah orang yang memiliki IQ jongkok. Demikianlah ejekan orang-orang kepadaku setiap haru. Tak ada yang bisa kulakukan, aku tak berani walau hanya sekedar membalas atau mengelak dari ejekan mereka. Hanya lembaran-lembaran yang selalu menjadi saksi atas setiap kejadian-kejadian dikeseharianku. “Buku diary” kata orang.
Bersama dengan hari, kulalui semua mimpi-mimpi. Aku dan teman-temanku, kami tinggal di Darul Aitami (Tempat penampungan Anak-anak Yatim). Disebuah kompleks dekat hutan Meurebo. Sekolah kami masih nginduk ke sekolah luar.
Yah, maklum. Pesantren Ya Pesantren, bukan sekolah. Kalau mau sekolah harus keluar area pesantren, harus menempuh jarak 3 km dari pesantren. Pesantren ini mirip seperti panti asuhan. Oh ya, aku pernah tinggal di Panti Asuhan, Darul aitami, namanya. Ini seculas dari catatan harianku.

Hari ini, Mei 2008 ….
Matahari mulai meninggi seujung tombak. Rasa terik panasnya semakin terasa kedasar-dasar kulit. Siswa SMP Meurebo. SMP ku yang letaknya di pinggiran Kota Meulaboh – Aceh Barat.
Sekarang, jadwal pelajaran olahraga, Kelas-kelas kosong, sepi. Seluruh siswa sedang asyik berolahraga dilapangan depan gedung sekolah. Hanya beberapa siswi yang masih dikelas, tidak mengikuti pelajaran penjaskes.
# “Rahmat!!! Ayo!! ” Teriak teman-teman cowok dan cewek menyeruak, memberi semangat. Saat ini jadwal lompat tinggi. Permainannya baru dimulai, semakin lama diameternya semakin meninggi. Mulai dari satu meter setengah hingga dua meter. Semua siswa cowok bersemangat ingin meraihnya. Siswi cewek tampak histeris. Setiap peserta yang melompat, mereka selalu mengeluarkan suara-suara penyemangat.
“Ayo,,,ayo…ayo…!!”
“Rahmat !! ayo!!!”
“Andi..!!”
“Sulaiman!!”
“Heri!!”
Giliran aku, “Syuja’ Uzben!!” Suara Pelatih terdengar dari TOA, menyebutkan namaku.
“Haaahaha. Cuman gaya nama tok pemberani, padahal letoi!!!”
“Wooo..!!!” sorak siswa – siswa cewek.
Seringkali aku mendengar teriakan seperti itu. Ejekan – ejekan tak membangun . Hatiku slalu ciut saat mendengarkan kalimat itu. Nyaliku hilang setiap kali giliran lompatanku.

Berganti ke-Season Kedua….
Permainan Lempar Lembing
Semua peserta cowok, kembali yang menjadi aktor – aktornya. Siswa cewek sebagai penonton setia, siap memberi dukungan penyemangat.
“Priiitt!!!”
“Permainan dimulai!!!” Teriak Pak Ali sebagai pelatih olahraga kami. Semua siswa putra yang berjumlah 20 orang sudah siap di posisi masing-masing dengan lembing tergenggam erat di tangan mereka.
“Rahmat!!! Rahmat!!!Rahmat” kembali temenku Rahmat yang menjadi figur utama. Memang, Rahmat siswa yang mempunyai fisik spesifik. Ia menguasai semua bidang olahraga, mulai dari bola, volly basket, tennis meja, lempar lembing, peluru, cakram dan masih banyak olahraga lainnya yang ia kuasai. Teman se-sekolah menyebutnya multi level. Serba bisa. Setiap ada olimpiade olahraga luar sekolah, ia selalu yang menjadi utusan SMP meurebo ini.
Permainannya semakin memanas. Rahmat maju terkesiap. Sorak-sorai siswa-siswi cewek menggelegar. Riuh.
Lemparan Pertama….
Wusshhhh…Tok!!
40 meter, menancap tegak. Setiap peserta diberi jatah 3 kali lemparan.
Rahmat lulus. Semua lemparan masuk kategori, “Baik” Selanjutnya giliran Sulaiman, Andi, Hasbi, Nanda, Imam. Lemparan mereka semuanya rata-rata mencapai 30 sampai 35 meter. Belum ada yang bisa menandingi lemparan Rahmat. Selanjutnya, giliranku “Syuja’Uzben!!” Teriak Sang Pelatih dengan semangat.
Akupun maju, melangkah setengah gemetar. Langkahku, patah-patah, nggak terarah. Aku grogi. Ah, mau aku taruh dimana wajahku ini? Seperti persangkaanku sebelumnya. Semua siswa cewek meneriakkanku dengan nada-nada yang merendahkan.
“Woo!! Namanya tok “pemberani”, padahal lemot!!!” Suara-suara mereka semakin meninggi, membuat nyaliku bertambah ciut. Aku tertahan. Terasa berat sekali mengangkat lembing ini. Padahal bisa diangkat hanya menggunakan satu jari. Aku bagai orang yang terkena penyakit malaria, gemetar. Lemparanku melesat dari jari – jemariku. Hanya 25 meter. Uh, mau ditaruh dimana mukaku ini!!”
# Jam olahraga kelas 3-A sudah usai. 2 jam telah berlalu tanpa terasa.
Sebagian siswa sudah pada kembali kekelas, terutama siswa – siswi cewek. Siswa cowok masih asik ngobrol hasil permainan barusan, sambil menghilangkan keringat yang mengucur dari pori-pori tubuh.
10 menit kemudian …
Kami mulai berjalan menuju kelas. Lima menit lagi pelajaran IPA akan masuk. Gurunya galak. Telat sedikit, tidak  boleh masuk. Kami sedikit mempercepat langkah-langkah jalan.
Pintu kelas terbuka lebar. Kami langsung masuk menerobos satu per satu kedalam ruang kelas. Aku yang dipaling terakhir. Heran!!! Pada kemana siswa cewek? Kok kosong barisan ceweknya? ..
Kelas kami dibagi dua, setengah buat bagian cewek dan setengah bagian lagi buat anak-anak cowok, dibatasi dengan sekat di bagian tengah. Guru yang mengajar dibagian tengah depan kelas. Mereka ditempat cowok pada ngumpul! Aku masuk, langkahku agak grogi saat melihat teman-teman cewek.
Tiba-tiba, “Waahhh….!!!” Aku terkejut bertambah grogi, salah tingkah. Teriakan mereka menggema disetiap sudut-sudut kelas. Mereka sedang mengerumuni mejaku, buku harianku terbuka lebar dihadapan mereka.
Salah seorang dari mereka, Bunga, langsung berkomentar.
“Alah, mau ke Mesir. Anak Lemot..”
“Eh, si letoi mau ke Mesir nih, baca buku hariannya… Emang, bisa apa dia??” Komentar yang lain, disambut dengan suara-suara miris lainnya.
“Hooo..!!!”
Gelak tawapun membahana seisi kelas.
“Mustahiil..!!”
Aku geram mendengar setiap kata-kata mereka. jiwaku slalu memberontak .Amarahku naik, kesabaranku habis saat itu.
“Kalian!!” Taruh bukuku! Cepat!!! “Bentakku. Terdiam.
“Sekarang, kalian boleh menghinaku. Tapi liat! Suatu hari nanti, kita pasti berbeda!!”  Tak pernah kusangka sebelumnnya, kata-kata itu akan keluar dari mulutku. Semuanya terdiam, bungkam seribu bahasa. Mereka tertegun, tak pernah melihat kemarahanku seperti ini. Aku orang yang paling pendiam dikelas selama ini. Tapi sekarang aku bagai Singa yang kelaparan, “Yah, sedikit galak menurutku.”
“Kau! Kau! dan Kau! Asal kalian tahu! Aku boleh lemah dari segi fisikku.  Tapi aku nggak pernah membiarkan otakku melemah..!!!” Lanjutku sambil jari telunjukku merampas muka-muka mereka.
Tak ada yang menyadari sebelumnya, guru IPA sudah sejak tadi berdiri disamping sekat pembatas, sebelah cewek, menunggu kemarahanku usai. Sejak tadi ia hanya mendengar emosiku kepada teman-teman cewek. Ia sedikit kaget, saat pandanganku tak sengaja melirik kehadapannya. Ia langsung maju kedepan kelas.
“Semuanya kembali kebangku masing-masing!!” Perintahnya.
Semua siswa bergerak kebangku – bangkunya. Suara gesekan meja dengan keramik mengeluarkan bunyi desing.
“Ya, sekarang kalian tau! Kalian sudah menyaksikannya..”
“………….Dulu, orang yang kita kenal pendiam, ternyata ia menyimpan sejuta saripati dalam sanubarinya. Tapi, kalian mengeruhkannya. Kalian merusaknya. Mungkin, saat itu ia hanya bisa berkata, “Silahkan kalian mengejek, dan aku akan bersabar. Tapi Syuja’ manusia yang punya rasa. ” Sabar, ada batasnya. Hari ini, ejekan, hinaan, dan kata-kata kotor yang kalian lontarkan kepadanya setiap hari sudah membuncah. Kesabarannya berakhir…”
“…Kalian, hati-hati dengan do’a orang yang terdholimi. Karena do’a orang yang terdholimi tidak ada hijab..!!!” lanjut guru IPA panjang lebar. Membelaku.
Aku melirik raut wajah teman-teman cowok satu persatu. Mereka tersipu malu, menunduk. Wajah-wajah teman cewek tak terlihat, tertutup oleh sekat pembatas. Hanya suara-suara kecil mereka yang terdengar.
“Ya Allah…”
“Syuja’, kami minta maaf,” sahut beberapa siswa cewek dari balik skat.
“Syuja’, tolong kamu maju kedepan! Biar semuanya bisa melihat mu” Perintah Bu IPA. Sesuai perintah Bu Guru, akupun maju melangkah kedepan kelas.
“Ibu harap, semuanya maju satu per satu minta maaf sama Syuja’”, Hatiku terharu mendengar tingkah Bu IPA. Jarang sekali ada orang datang kepadaku untuk minta maaf. Boro-boro minta maaf, sapaan salamku saja tak ada yang menghiraukan. Dunia bagai penjara bagiku.
5 tahun kemudian…


Kejadian demi cobaanpun silih berangsur…Aku sudah menyelesaikan pendidikan lanjutanku di sebuah SMA terkenal di Pulau Jawa. SMA International Islamic of Irsyad namanya. Dengan berbekal beasiswa dari Pemerintah Daerah (Pemda) – NAD. semua kejadian 5 tahun yang lalu sudah lekas dari memori pikiranku. Sekarang adalah hariku untuk berbenah.
Agustus 2014……..
Sepucuk surat dari alamat yang tertera dengan jelas dikopnya tertuju kepadaku..
SURAT PEMBERITAHUAN KELULUSAN TEST UNTUK MELANJUTKAN STUDY KE UNIVERSITAS ISLAM MADINAH - KSA”
Jantungku berdegup kencang, kubaca isi surat itu kata demi kata. Sesaat, pandanganku langsung tertuju kearah hasil test, taqdir “ANTA NAJIH”, Lulus, Yaa Allah… Mataku berbinar. Semua anggota tubuhku seakan merekah. Setetes air mata haru tampak bergelayut diantara bulu-bulu mataku, mengalir melalui pori-pori. Sesaat berhenti didagu, mengumpul, tetesan itu kemudian jatuh kelantai. Tess..!! Aku merasa bagai orang yang paling bahagia sedunia.

Tak pelak, tubuhku langsung tersungkur kelantai ingin membuktikan rasa syukurku kepadanya Ilahi Al Alamin. Aku bersujud, bersimpuh dihadapannya dengan keadaan yang sangat hina. Pujian dan sanjungan berkali-kali keluar dari lisanku untuk Robbul Ilaahil Waahid.
Aku terduduk termenung, betapa nanti aku akan belajar dikota Nabi. Menikamati wahana alamnya. Aku teringat memori lamaku. Saat aku diejek, diwaktu olahraga, ruang kelas, ruang makan dimanapun kutemui teman-temanku, terutama siswa-siswa cewek.
Ada rasa yang terbetik dalam benakku, ingin menyampaikan kabar gembira ini kepada individu mereka. Tapi, tidak! Biarlah mereka mengetahui sendiri suatu hari nanti…
“Aku rindu kalian, sahabat lamaku..” Bisik batinku.
***

Ponpes Al – Irsyad, 18 – 03 – 2013
By. Aboe Syuja’ Hamdani

0 komentar: