Sabtu, 03 Oktober 2015

,

Di jodohkan?

Sumber gambar: www.nyunyu.com

Oleh: Hamdani Aboe Syuja’


“Kamu udah punya jodoh belum?” 
“Udah” 
“Kok belum nikah-nikah?”  
“Oh, kami masih 5 tahun lagi insyaAllah… Nunggu umur 25” 
“Oooohh emang boleh ya sperti itu?”

Sahabat fata... pada edisi kali ini kita akan menyinggung seputar hukum jodoh-menjodohkan dalam perspektif syariat islam. Mungkin, kita banyak menemui kasus seperti dalam ungkapan diatas di kehidupan bermasyarakat, Indonesia utamanya. Seringkali para orangtua menjodohkan anaknya dalam waktu yang sangat lama, sambil menunggu kesiapan keduanya.

Dalam tradisi nusantara kita pun, sejak zaman nenek moyang kita dulu, ada yang namanya “tunangan”, namun yang membedakanya tunangan dengan penjodohan adalah adanya cara tukar cincin, kalo menjodohkan tidak sampai pada tukar cincin, tapi keduanya juga sama-sama punya mengikat. 
Nah, yang menjadi pembahasan kita saat ini adalah tentang “penjodohan” bukan “pertunangan”.
Yap, Pada zaman siti nurbaya yang sering kita dengar ceritanya, terjadi juga kasus seperti ini, yaitu “perjodohan”. Orang tua menjodohkan anaknya dan anaknya harus mengikuti apa kata orang tua. Itu kasus pertama dalam hal penjodohan.
Kasus kedua, orang tua menjodohkan anaknya dalam waktu yang sangat lama sekali, bisa jadi bertahun-tahun, niatnya agar tidak terjadi fitnah. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, gemuruh fitnah serta zina akan sering terjadi, terutama zina hati karena kita akan terus memikirkannya padahal ia belum halal buat kita.

Bolehkan melakukan penjodohan?
Ok guys, buat anda yang sedang mengalami hal seperi ini atau yang akan mengalaminya... perhatikan penjelasan berikut ini, 
Jika yang dimaksudkan penjodohan adalah Khithbah atau melamar, maka hukumnya diperbolehkan, dan ini tidak berlansung dalam waktu yang cukup lama. hal ini berdasarkan:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا قَالَتْ « أَرْسَلَ إِلَىَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حَاطِبَ بْنَ أَبِى بَلْتَعَةَ يَخْطُبُنِى لَهُ فَقُلْتُ إِنَّ لِى بِنْتًا وَأَنَا غَيُورٌ. فَقَالَ « أَمَّا ابْنَتُهَا فَنَدْعُو اللَّهَ أَنْ يُغْنِيَهَا عَنْهَا وَأَدْعُو اللَّهَ أَنْ يَذْهَبَ بِالْغَيْرَةِ ».
Artinya: “Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Hathib bin Abu Balta’ah untuk melamarku untuk beliau, lalu aku berkata: “Sesungguhnya Aku memiliki anak perempuan dan aku termasuk seorang pencemburu’, beliau menjawab: “Adapun anak perempuannya, maka kita berdoa kepada Allah agar Ia memberikan kekayaan kepadanya dan aku berdoa kepada Allah agar Allah menghilangkan rasa cemburu.” (HR. Muslim.)


عَنْ عُرْوَةَ أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - خَطَبَ عَائِشَةَ إِلَى أَبِى بَكْرٍ فَقَالَ لَهُ أَبُو بَكْرٍ إِنَّمَا أَنَا أَخُوكَ ، فَقَالَ « أَنْتَ أَخِى فِى دِينِ اللَّهِ وَكِتَابِهِ وَهْىَ لِى حَلاَلٌ » .
Artinya: “Urwah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melamar Aisyah radhiyallahu ‘anha kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, lalu Abu Bakar berkata kepada beliau: “Sesungguhnya aku hanyalah saudaramu”, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kamu adalah saudaraku di dalam Agama Allah dan Kitab-Nya dan ia (anak perempuanmu) itu haal bagiku.” (HR. Bukhari.)

Tapi jika yang dimaksud bukan itu, maka itu tidak diperbolehkan.
Khitbah atau pinangan menurut syari’at adalah langkah penetapan atau penentuan sebelum pernikahan. Bagi laki-laki yang akan meminang seorang perempuan harus dalam ketenangan dan kemantapan  untuk menentukan pilihannya dari semua sisi sehingga setelah meminang tidak terlintas dalam benaknya untuk membatalkan pinangan dan mengundur pernikahannya tanpa ada sebab; karena hal tersebut menyakiti diri perempuan yang di pinang, merobek perasaan  dan  melukai kemuliannya dengan sesuatau yang tidak di ridloi Agama dan tidak sesuai dengan budi pekerti yang luhur.

Pinangan tersebut adalah sesutu yang timbul dari seorang laki-laki yang meminang ketika berniat untuk menikah dengan menjelaskan maksudnya, baik dirinya sendiri atau melalui perantaraan seseorang yang dipercaya dari keluarga atau saudaranya.

Namun tetap keduanya belum resmi dan masih berstatus tidak ada hubungan suami istri hingga menikah dengan memenuhi syarat-syarat sah pernikahan yang telah diatur.
Dengan demikian sebaiknya kita menggunakan cara yang sesuai syariat Islam agar mendapatkan ridha Allah Ta’ala dan bisa menjadi sebab kebahagian rumah tangga setelah pernikahan.

Tapi kalo yang dimaksud adalah penjodohan, dengan tujuan agar lebih tenang orang tuanya, dan dalam jangka jarak yang cukup lama, maka ini hukumnya haram. Karena alih-alih ingin mendapatkan maslahat, tapi malah menjadi mudhorat…
Yups lanjut..!!!

Mudhorot..!!!
Sobat muda.. penjodohan yang dipraktekkan saat ini akan banyak mudharat yang nantinya akan terjadi. Berikut saya akan mengutip bebrapa point dari tulisan Ustadz Kholid Syamhudi dalam masalah ini dan beberapa penyesuaian dari penulis. Diantara mudharat yang akan terjadi adalah…

  1. Penjodohan bukanlah ikatan resmi secara syariat yang dapat mengikat antara seorang pria dan wanita. Namun setelah penjodohan keduanya seakan-akan terikat resmi padahal ini bukanlah lamaran atau pinangan. Ikatan resmi dan syar'i yang dapat mengikat seorang pria dan wanita adalah akad nikah.
  2. Meniru budaya orang kafir. Karena sejatinya dalam islam tidak dikenal dengan masalah ini, tunangan atau penjodohan dalam tempo yang lama. Islam mengajarkan bagi yang sudah siap menikah dengan: nadhar/melihat, melamar/khitbah, akad nikah.. selesai.
  3. Akan banyak timbull fitnah. Sudah pasti, karena ini kodratnya manusia, selama masa penantia 5 tahun misalnya. Akan banyak godaan dari luar, misalnya tertarik dengan yang lain, dan juga dari dalam, misalnya akan menjadi zina anggota badan, zina mata, hati, dll.
  4. Terkadang rasa penasaran yang tak terbendung, membuatnya ingin mengetahui lebih lanjut, mulai deh chatingan, dll. Lebih-lebih zaman sekarang penuh diwarnai dengan kecanggihan elektronik.



Ibu bapak dan sobat2 muda… Banyak orang yang mencari alasan akan kebolehan jodoh menjodohkan. Ada yang beralasan agar anaknya lebih terjaga dari laka-laki lain dan dari fitnah pacaran. Itu niat yang baik, tapi salah penempatan, alih-alih ingin dijauhkan dari pacaran, tapi malah jatuh dalam zina hati, mata dan telinga, tidak jauh beda dari pacaran juga.

Ada pula yang berargumen bahwa Rasulullah juga dijodohkan dengan ‘Aisyah.
Siapa bilang? Mana buktinya? Rasulullah menikahi ‘Aisyah karena wahyu dari Allah, bukan karena dijodohkan. Rasulullah menikahi ‘Aisyah saat umur 6 tahun, namun beru memasukinya umur 9 tahun. Bukan dijodohkan umur 6 tahun dan menikah umur 9 tahun. Bukan. (masalah umur, terdapat perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini)
Untuk sobat muda… Janganlah ragu jika sudah punya pilihan untuk bersegera khitbah dan akad nikah dengan diadakannya walimah. Seperti ini akan lebih terjaga dari fitnah dan berbagai mudharat lainnya.
Wallahu a’lam bissowab.

-----------------------------------------------------
Sumber: Majalah elfata, edisi 10, tahun 2015

0 komentar: